Rabu, 08 Juli 2015

Film Suckcsuckers Review



Review film Sucksuckers
Deanda Dewindaru
1206205332

Everybody is naturally and powerfully attracted to fame” merupakan suatu prolog di bagian awal film Starsuckers. Film tersebut memiliki suatu makna bahwa setiap orang secara alami berusaha untuk menjadi populer bagaimanapun caranya dan dimulai sejak kecil sampai dewasa. Hal tersebut dikarenakan oleh paparan media yang sejak umur dini dan industri media memberikan suatu harapan bahwa setiap orang bisa terkenal.
Starsuckers tak hanya itu menceritakan mengenai bahwa sesuatu yang tidak sama dengan yang mainstream maka dianggap outside. Sesuai dengan Mahzab Frankrut School, jika sesuatu berbeda dengan industri, maka dianggap aneh. Di film dijelaskan bahwa orang yang sukses pasti diikuti oleh yang lainnya dan akhirnya terdapat “copy”-an yang lainnya. Sama saja seperti orang yang ingin terkenal cenderung mengikuti cara orang yang sudah terkenal, sedangkan orang yang memiliki gayanya tersendiri dan berbeda dengan yang lain dianggap aneh atau bahkan musnah di dunianya, padahal setiap orang memiliki gayanya tersendiri untuk berekspresi. Di film, terdapat scene dimana perbandingan antara orang purba yang berburu dengan mata panah lancip sedangkan yang lain tidak, dan yang berhasil adalah pemburu pertama sehingga orang lainpun mengikutinya.  Selain itu, seorang anak berusaha untuk menjadi artis didukung oleh orangtuanya dengan melewati beberapa cara agar dapat terkenal dan bergaya seperti artis terkenal. Dengan adanya hal seperti itu, menurut Ardono terciptalah homogenitas yang menyebabkan selera orang dibuat sama, serta standardisasi dimana adanya kriteria standar terhadap suatu objek. Industri membuat semua hal menjadi sama.
 Tak hanya homogenitas dan standardisasi, efek lainnya dari hal itu adalah komodifikasi yaitu memberi sesuatu nilai yang berharga kepada barang/jasa/ide, apapun yang dapat dijual agar mendapatkan keuntungan. Di film sucksuckers memperlihatkan bahwa informasi yang didapatkan dapat dijual kepada khalayak, baik informasi baik, buruk bahkan informasi tanpa dicek kebenarannya dan diubah agar lebih menarik. Tak peduli informasi benar atau salah yang khalayak ingin ketahui adalah suatu informasi yang menarik untuk diketahui. Contohnya adalah ketika seorang observer menelepon The Sun section Bizarre untuk menceritakan mengenai Sarah Harding. Observer mengatakan bahwa “she has loads of books on like, quantum physics”, tetapi The Sun menulis “…books about astronomy and quantum physics”.
Apapun yang diberitakan media tetapi khalayak menyukai, media tetap memberitakan informasi tersebut dan bahkan mengatur khalayaknya untuk mengikuti “permainannya”. Suatu term yang digunakan oleh Frankfurt School yaitu consciousness industry mendeskripsikan bagaimana media berfungsi untuk mengkontrol pikiran dan perasaan massa sekaligus mendapatkan uang dari hal tersebut. Selama massa merasa hasratnya terpuaskan dengan program yang diberikan oleh media, maka industri tetap berjalan dan industri media tetap mendapatkan uang. Tetapi apakah dengan hal demikian berarti khalayak mudah untuk dimanipulasi oleh media? Jika melihat dari film Starsuckers iya, tapi menurut pandangan saya, tidak semua khalayak tidak mudah dimanipulasi ketika genuine tidak menjadi atomisasi dan didasarkan oleh keaslian dari diri sendiri. Selama khalayak merasa senang dengan apa yang didapatkannya dan merasa tidak dimanipulasi oleh media, menurut saya tidak apa-apa, seperti goyang YKS yang dilakukan oleh kaum pekerja domestik, mereka menganggap hal tersebut dapat dijadikan ajang berekspresi untuk menyalurkan keletihan dan kejenuhan ketika bekerja di dalam rumah setiap harinya, dan bahkan mereka merasa bahagia.

Referensi
Srinati, D. (2004). An Introduction To Theories of  Popular Culture. Routledge: New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendapatmu adalah Pahalamu :)