Minggu, 31 Oktober 2010

Hikayat Bayan Budiman

Hikayat Bayan Budiman

Bismillaahirrahmanirrahim. Wabihinas-ta’inu billahita’ala. Ini hikayat dari sahibul hikayat yang dari sebelumnya, dari bahasa Persia: maka dipindahkan ke bahasa Jawi.
Semula ada seorang saudagar di negeri Ajam, Khojah Mubarok namanya, sangatlah kaya, tetapi dia tidak mempunyai anak. Maka Khojah Mubarok berdoa, dia berkata, “Ya Tuhanku! Jikalau kiranya aku mempunyai anak, aku memberi sedekah makan kepada fakir miskin dan darwis.” Setelah beberapa lamanya ia bernazar, maka dengan takdir Allah hendak melimpahkan rahmat kepada hamba-Nya, maka istri saudagar Khojah Mubarok melahirkan seorang laki-laki terlalu tampan rupanya. Maka Khojah Mubarok sangatlah bersuka cita. Oleh karena itu dinamakanlah Khojah Maimun dan dirawat olehnya.
Setelah Khojah Maimun berumur lima tahun, sangatlah baik pekertinya serta bijaksana. Oleh karena itu, ayahnya menyerahkan Khojah Maimun untuk mengaji ke mu’allim Sabian. Setelah beberapa lamanya, maka Khojah Maimun pandai mengaji dan sangatlah fasih serta mempunyai ilmu yang banyak.
Ketika Khojah Maimun berumur lima belas tahun, Khojah Maimun menjodohkan anaknya dengan anak seorang saudagar, sangatlah kaya di negri Ajam juga, dan sangatlah cantik parasnya, bernama Bibi Zainab. Maka Khojah Maimun menikah dengan anak saudagar tersebut. Akhirnya sampailah Khojah Maimun bercinta kasih dengan istrinya, Bibi Zainab.
Setelah beberapa lamanya Khojah Maimun menikah, suatu hari ia berkelana selama sepekan, lalu ia bertemu dengan seorang lelaki penjual burung bayan jantan. Khojah Maimun berkata, “Hai kau. Apakah engkau menjual burung tersebut?”
Lelaki itu menjawab, “Jika harganya sesuai, saya bisa menjualnya.”
Khojah Maimun berkata, “Berapa harganya?”
Lelaki itu berkata, “Bayan hamba seharga seribu dinar.”
Maka Khojah Maimun tersenyum, lalu ia bertanya, “Adakah orang yang ingin membeli burung kecil seharga seribu dinar? Unggas ini hanya seperti makanan kucinga saja.
Setelah bayan itu mendengar perkataan Khojah Maimun, dia berkata, “Hai Khojah Maimun! Sesungguhnya hamba memang kecil, tetapi hati hamba mana tuan tahu? Hamba ini bukanlah seperti unggas yang lain, tetapi hamba ini bukan berasal dari surga dan bukan dari bangsa malaikat dan bukan dari bangsa jin, tetapi hamba Allahta’ala, senantiasa memuja muji Allah aza wajalla; dan hamba tahu yang akan datang sepuluh hari, sudah hamba ketahui sebelumnya. Adapun akan sekarang ini tiga hari lagi datanglah kafilah dari negri Babal hendak membeli dagangan yang bernama sanbal-sanbal. Jikalau Tuan mau membeli hamba, bernegoisasi dahulu ke orang yang menjual hamba ini dan Tuan Hamba pulangkanlah sanbal dalam negri inil apabila datang kafilah-kafilah itu, tuan hamba juallah, insya Allah dari laba sanbal itulah tuan hamba membeli hamba.”
Setelah Khojah Maimun mendengar kata bayan tersebut, ia sangat senang, dia berkata kepada lelaki tersebut, “ Tuan hamba berikanlah hamba burung ini; tentang harga kita bernegoisasi terlebih dahulu.”
Lelaki tersebut berkata, “Ambillah tuan hamba.”
Maka Khojah Maimun mengambil bayan itu, dibawanya kembali ke rumahnya serta di buatkanlah sangkar yang indah. Setelah itu, makan Khojah Maimun menjual dagangannya yang bernama sanbal tersebut, orang-orang yang ada di negeri Ajam membelinya. Setelah datang hari ketiga, maka datanglah kafilah dari negeri Babal hendak membeli sanbal beberapa kafilah . tiada ada tempat-tempat lain, hanyalah kepada Khojah Maimun memperoleh laba ganda itu, maka di juallah bayan tersebut.
Setelah beberapa lamanya sesudah itu, kepada suatu hari Khajah Maimun berkelana pada hari pekan; maka ia bertemu pula orang yang menjual burung tiung betina. Dibelilah oleh Khojah Maimun lalu dibawanya.
Alkisah, diceritakan oleh seseorang, adapun Khojah Maimun selama ia mempunyai 2 ekor unggas tersebut, maka setiap hari emas datang bertimbun-timbun seperti bukit. Setiap hari Khojah Maimun selalu mendengarkan cerita dari kedua ekor burung tersebut, apapun yang selalu diceritakannya.