Pria itu, asal Italia yang baru lulus kuliah. Merayakan kelulusannya bersama temannya ke negara ini. Aku ingat matanya, coklat. Aku masih ingat warna bajunya, putih. Bahkan aku masih ingat bagaimana suaranya. Berat serak2 basah, seperti penyanyi Indonesia, Afgan. Aku ingat dia memakai kacamata, terkadang kacamata hitam. Aku ingat bagaimana aku dapat mengetahui dirinya, berkenalan di depan pom bensin dimana kita akan melaju ke Sahara. Awalnya, aku tidak peduli dengan semuanya, aku hanya peduli bahwa aku tidak kuat menahan dinginnya salah satu negara jajahan Perancis dan berusaha untuk tidak peduli apapun tapi aku mulai peduli bahwa hey aku di negara orang yang notabanenya aku tidak memiliki siapa-siapa. Yang aku tahu lagi, dia menyukai bintang-bintang, sepertiku. Di Sahara, bintang-bintang mengingatkanku pada sesuatu. Keluargaku. Teringat pada ayahku mengatakan aku sangat suka bintang ketika aku masih anak-anak, itu memang iya, aku sangat menyukainya. Aku teringat ibuku, entah mengapa. Adikku, aku memimpikannya,dalam tidurku.
3 hari dua malam untuk menikmati perjalanan ke gurun Sahara. Pada hari pertama, aku mengunjungi Kasbah, sebuah desa yang digunakan oleh film Gladiator dan Prince of Persia. Oh God. Aku sangat menyukai Prince of Persia. Cukup membuatku menarik, dan ternyata bangunannya tidak terlalu besar. Banyak penjual di sana. Tetapi aku tidak membeli apapun, mengingat aku harus menghemat, hehehe. Kemudian, pada malam harinya aku menginap di sebuah hotel.
Do you remember with this scene at Prince of Persia?
Keesokan harinya, aku berkunjung ke sebuah desa yang aku lupa namanya. Desa itu untuk cooperative feminim, semacam pemberdayaan wanita. Para wanita membuat karpet dan turun dari gunung ketika winter. Tetapi aku tidak melihat ada wanita :|. Ketika sesampainya aku di desa tersebut, aku dan turis lainnya diberikan secangkir teh tradisi Morocco, percis seperti Opening Ceremony project ini oleh AIESEC LC Menara.
Kami disajikan secangkir teh
Setelah berkunjung ke desa tersebut, aku dan turis lainnya melaju ke gurun Sahara.
Is it quite beautiful? Having sunset at Sahara desert first time!
Ketika malam menyeliputi tidurku di Sahara, aku rasanya ingin mati. Sangat dingin. Kaos kaki yang lebih dari 2, 2 selimut yang sangat tebal serta memakai mantel tebal tidak membantuku. Kakiku sangat dingin. Tanganku juga. Menggigil hebat. Aku rasa itu hiportemia. Aku berusaha membuat diriku hangat, yang kuingat lagi adalah keluargaku. Aku tak mau mati konyol dengan mati di gurun Sahara. Akhirnya aku melapisi diriku dengan semua yang kubawa. Aku memeluk tas-tasku. Aku berpikir, pasti Charlie sudah dipeluk dengan pacarnya, keluarga asal Korea juga sudah berpelukan. Aku tidak tahu bagaimana Fi dengan Kelvin. Untungnya, usahaku membawa hasil. Sudah lebih baik. Ternyata malam itu berusuhukan kurang dari 0 derajat.
Pria itu lagi. Yang kutahu, dia mengatakan kepada para gadis China tersebut bahwa bayangkanlah bintang tersebut berbicara padamu. Entah mengapa aku tidak setuju denganya, aku yang berbicara pada bintang dan bintang akan menyampaikan pada seseorang yang kupirkan. Jika aku dipertemukan kembalinya...oh, tidak mungkin. Baiklah, aku akan mengatakan pada bintang semoga kita bisa bertemu di lain waktu, Daniel.
This is Daniel from Italy